PENGUKURAN
Uraian Materi 2.2
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 12
Ketepatan dalam pemilihan alat ukur, memungkinkan diperolehnya hasil
pengukuran yang lebih teliti, tetapi tidak mungkin menghasilkan pengukuran
yang tepat (akurat) secara mutlak. Akurasi pengukuran harus dicek dengan
cara membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan nilai standar
yang ditetapkan. Selain itu, akurasi alat ukur yang digunakan pun harus dicek
secara periodik dengan metode the two-point calibration. Apakah sebelum
digunakan alat ukur telah menunjuk nol? Apakah pada saat digunakan untuk
mengukur sesuatu yang standar, alat ukur tersebut menunjukkan pembacaan
ukuran yang benar?
C. Sumber-sumber ketidakpastian dalam pengukuran
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan ketidakpastian pengukuran. Ketiga
sumber tersebut diuraikan sebagai berikut ini.
Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau
kondisi yang menyertai saat pengukuran. Jika sumber ketidakpastian adalah
alat ukur, setiap kali alat ukur tersebut digunakan diperoleh hasil pengukuran
yang menunjukkan ketidakpastian yang sama. Beberapa yang termasuk
dalam ketidakpastian sistematik antara lain dijelaskan berikut ini.
• Ketidakpastian alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukan angka pada
alat ukur yang tidak tepat sehingga pembacaan skala menjadi tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Misalnya, kuat arus listrik yang melewati suatu
beban sebenarnnya 1,0 A, tetapi bila diukur menggunakan suatu
ampermeter tentu selalu terbaca 1,2 A. Untuk mengatasi ketidakpastian
alat ukur tersebut, harus dilakukan kalibrasi setiap alat yang akan
dipergunakan.
• Kesalahan nol
Ketidaktepatan penunjukkan alat pada skala nol juga menimbulkan
ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga sering
terabaikan. Umumnya, sebagian besar alat ukur sudah dilengkapi dengan
skrup pengatur/pengenol. Apabila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat
pada skala nol, untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih
kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
• Waktu respon yang tidak tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu pengukuran
(pengambilan data) yang tidak bersamaan dengan saat munculnya data
yang seharusnya diukur. Akibatnya, data yang diperoleh bukan data yang
sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 13
yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang
waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat
menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung.
• Kondisi yang tidak sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi
oleh kejadian yang hendak diukur. Ketidakpastian tersebut dapat dilihat
pada pengukura nilai transistor saat dilakukan penyolderan atau
pengukuran panjang sesuatu pada suhu tinggi menggunakan mistar
logam. Hasil yang didapatkan tentu bukan nilai yang sebenarnya karena
panas mempengaruhi sesuatu yang diukur dan alat pengukurnya.
Ketidakpastian Random
Umumnya, ketidakpastian random bersumber dari gejala yang tidak mungkin
dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala
tersebut merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak hingga
pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya, gerak
acak molekul udara dan radiasi latar belakang. Molekul udara selalu bergerak
secara acak (gerak Brown) sehingga berpeluang mengganggu alat ukur yang
halus, misalnya mikro-galvanometer, dan melahirkan ketidakpastian
pengukuran. Sementara, radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi
hasil pengukuran alat pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random.
Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang
bersumber dari kekurangterampilan manusia saat melakukan kegiatan
pengukuran. Misalnya, metode pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks),
salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang
kurang tepat.
D. Melaporkan Hasil Pengukuran
Pengukuran tunggal dalam kegiatan eksperimen sebenarnya dihindari karena
menimbulkan ketidakpastian yang sangat besar. Akan tetapi, terdapat alasan
tertentu yang mengharuskan suatu pengukuran hanya dapat dilakukan sekali
saja. Misalnya, mengukur selang waktu kelahiran bayi kembar, atau mengukur
kecepatan sepeda motor yang lewat.
Umumnya, secara fisik mata manusia masih mampu membaca ukuran
hingga pada skala terkecil walaupun kerap kali mengalami kesulitan untuk
ukuran yang kurang dari skala terkecil. Pembacaan ukuran yang kurang dari
skala terkecil merupakan taksiran yang sangat berpeluang memunculkan
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 14
ketidakpastian. Mengacu pada logika berpikir demikian, maka lahirlah
pandangan bahwa penulisan hasil pengukuran dilakukan hingga setengah dari
skala terkecil. Namun, ada juga kelompok lain yang berpandangan bahwa
membaca hingga skala terkecil sudah merupakan taksiran. Karena itu,
penulisan hasil pengukuran paling teliti adalah sama dengan skala terkecil.
Skala Terkecil Jangka Sorong
Skala terkecil jangka sorong bergantung pada pembagian skala nonius. Hal ini
dapat dilihat pada rahang geser. Ada beberapa model jangka sorong yang
terdapat di pasaran. Jenis pertama, apabila rahang geser terdapat 11 garis/
strip, berarti setiap 1 mm skala utama dibagi menjadi 10 skala nonius. Dengan
demikian, skala terkecil nonius = 1 mm : 10 = 0,1 mm. Jenis kedua, apabila
pada rahang geser terdapat 21 garis/strip. Berarti 1 mm skala utama di bagi 20
skala nonius, sehingga skala terkecilnya adalah 1 mm : 20 = 0,05 mm.
Skala Terkecil Mikrometer Skrup
Sebagaimana pada jangka sorong, skala terkecil mikrometer skrup juga tidak
bermanfaat untuk dihafalkan karena bergantung pada pembagian skala utama
oleh skala nonius pada rahang putarnya. Rahang putar mikrometer sekrup
membagi 1 mm skala utama menjadi 100 skala nonius (diperoleh dari 2
putaran x 50 skala nonius). Berarti skala terkecil mikrometer sekrup = 1 mm :
100 = 0,01 mm.
E. Angka Penting
Suatu alat ukur menunjukkan bahwa panjang suatu benda adalah melebihi 9,2
cm. Jika skala pada alat ukur diperhatikan lebih teliti, tampak bahwa ujung
benda berada kira-kira di tengah-tengah skala 9,2 cm dan 9,3 cm. Dengan
demikian, jika kita mengikuti aturan penulisan hasil pengukuran hingga
setengah skala terkecil, panjang benda tersebut dapat ditulis 9,25 cm. Angka
terakhir (angka 5) merupakan angka taksiran, karena terbacanya angka
tersebut hanyalah dari hasil menaksir atau memperkirakan. Berarti hasil
pengukuran 9,25 cm terdiri atas dua angka pasti, yakni angka 9 dan angka 2,
dan satu angka taksiran, yakni angka 5. Angka-angka hasil pengukuran yang
terdiri atas angka pasti dan angka taksiran disebut angka penting.
Seandainya tepi benda berada tepat pada garis 9,2 cm, hasil pengukuran
harus ditulis 9,20 cm bukan 9,2 cm. Alasannya adalah penulisan angka nol
pada 9,20 cm menunjukkan bahwa hasil pengukurannya tidak kurang dan
tidak lebih dari 9,2 cm dan angka 2 masih merupakan angka pasti. Bila hanya
ditulis 9,2 cm, angka 2 merupakan angka taksiran. Karena memberikan
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 15
informasi makna tertentu. Karena itu, angka nol pada 9,20 termasuk angka
penting.
Penulisan angka nol pada angka penting ternyata memberikan implikasi yang
amat berharga. Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk
angka penting atau bukan, dapat dipelajari beberapa kriteria berikut ini.
• Semua angka bukan nol termasuk angka penting (4,42 memiliki tiga angka
penting).
• Semua angka nol yang tertulis setelah titik desimal termasuk angka
penting (3,80 memiliki tiga angka penting, 12,00 memiliki empat angka
penting).
• Angka nol yang tertulis di antara angka-angka penting (angka-angka bukan
nol), juga termasuk angka penting (105 memiliki tiga angka penting, 30,20
memiliki empat angka penting).
• Angka nol yang tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi
sebagai penunjuk titik desimal tidak termasuk angka penting (0,6 memiliki
satu angka penting; 0,0450 memiliki tiga angka penting).
Sebagai contoh: suatu pengukuran menunjukkan hasil 123.000 meter,
berapakah angka pentingnya? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat
digunakan 2 cara, yaitu
• titik desimal diubah menjadi satuan sehingga diperoleh 123 km (terdiri atas
tiga angka penting); atau 123,000 km (terdiri atas enam angka penting);
• ditulis dalam bentuk notasi baku, yakni 1,23 x 105 m (terdiri atas tiga angka
penting); 1,23000 x 105 m (terdiri atas enam angka penting).
Jumlah angka penting dalam penulisan hasil pengukuran dapat dijadikan
indikator tingkat ketelitian pengukuran yang dilakukan. Semakin banyak angka
penting yang dituliskan, berarti pengukuran yang dilakukan semakin teliti.
Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran dengan memperhatikan
angka penting.
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 16
Perhitungan dengan Angka Penting
Setelah mencatat hasil pengukuran dengan tepat, diperoleh data-data
kuantitatif yang mengandung sejumlah angka-angka penting. Sering angkaangka
tersebut harus dijumlahkan, dikurangkan, dibagi, atau dikalikan. Pada
saat mengoperasikan angka-angka penting hasil pengukuran, hasil yang
didapatkan melalui perhitungan tidak mungkin memiliki ketelitian melebihi
ketelitian hasil pengukuran.
• Penjumlahan dan Pengurangan
Apabila angka-angka penting dijumlahkan atau dikurangkan, hasil
penjumlahan atau pengurangan tersebut memiliki ketelitian sama dengan
ketelitian angka-angka yang dijumlahkan atau dikurangkan
Contoh:
+
50,441
2,1
3,22
45,121
Bila hasil tersebut ditulis 50,4, tingkat ketelitiannya hingga sepersepuluh
dengan jumlah angka penting 3. Jika hasilnya ditulis 50,44, ketelitiannya
mencapai seperseratus dengan 4 angka penting. Jika hasil penjumlahan
dituliskan 50,441, ketelitiannya adalah seperseribu dengan jumlah angka
penting 5.
• Perkalian dan Pembagian
Apabila angka-angka penting dikalikan atau dibagi, jumlah angka penting
pada hasil operasi pembagian atau perkalian paling banyak sama dengan
jumlah angka penting terkecil dari bilangan-bilangan yang dioperasikan.
Contoh:
4,22 cm x 2,1cm = 8,862 cm2, ditulis 8,8 cm2
Aturan Pembulatan Angka-Angka Penting
Untuk membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus
kita ikuti.
• Angka kurang dari 5 dibulatkan ke bawah (ditiadakan) (contoh: 56,84
dibulatkan menjadi 56,8);
• Angka lebih dari 5 dibulatkan ke atas (contoh: 56,88 dibulatkan menjadi
56,9);
• Angka 5 dibulatkan ke atas bila angka sebelumnya ganjil dan ditiadakan
bila angka sebelumnya genap (contoh: 25,75 dibulatkan menjadi 25,8;
25,65 dibulatkan menjadi 25,6).
Ilmu Pengetahuan Alam 2
Paket 2 Pengukuran 2 - 17
Contoh:
12,442 + 3,232 + 5,61 = 19,284? Ditulis 19,28
4,23 x 2,1 = 8,883? Ditulis 8,9
Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan pengukuran?
2. Mengapa alat ukur harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan
dalam kegiatan pengukuran?.
3. Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan, sedangkan pada
hasil perkalian nilai 0,083 dibulatkan menjadi 0,1?
Rangkuman
1. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan suatu besaran dengan
besaran lain yang sejenis.
2. Ketelitian menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran,
sedangkan ketepatan menggambarkan seberapa tepat hasil pengukuran
mendekati nilai yang sebenarnya.
3. Sumber utama ketidakpastian pengukuran adalah ketidakpastian
sistematik, ketidakpastian random, dan ketidakpastian pengamatan.
4. Angka penting adalah angka-angka hasil pengukuran yang terdiri atas
angka pasti dan angka taksiran.
Saturday 22 January 2011
Tags
# Materi Kuliah
About AtiqKhamdi
Blogger Pemula yang Bismillah menuju Professional
Materi Kuliah
Label:
Materi Kuliah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment